mulai memikirkan masadepan rupiah kalok dolar hanya untuk mainan
robifermando
Minggu, 02 Maret 2014
Kamis, 27 Februari 2014
PERKEMBANGAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia
Syariah_ekonomiPenduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam nampaknya belum begitu familiar dengan ekonomi syariah, oleh karena itu pemerintah kini sedang gencar-gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah salah satunya yaitu asuransi syariah yang kini digalakkan. Padahal, sebenarnya ekonomi syariah lebih pro ekonomi riil. Hal ini tentunya, sangat bermanfaat khususnya bagi UKM yang sangat membutuhkan kepastian hukum dan tentunya bantuan modal. Hal ini terbukti bahwa penerapan ekonomi syariah lebih handal ketimbang ekonomi konvensional pada krisis moneter tahun 2007 lalu. Bank dengan ekonomi syariah terbukti mampu tetap kokoh berdiri ditengah krisis. Hal ini bisa terjadi karena prinsip ekonomi syariah yang mengharamkan Riba, Judi, Dholim (aniaya), Gharar (penipuan), Barang Haram, Maksiat, Risywah (suap) dan prinsip bagi hasil terbukti lebih menguntungkan. Produk lain dari ekonomi syariah adalah reksadana syariah dan obligasi koorporasi syariah yang baru diperkenalkan.
Hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari hukum atau syariah Islam yang berkembang di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia, merupakan penggabungan antara hukum ekonomi konvensional yang telah melalui transformasi proses Islamisasi hukum oleh para ahli ekonomi Islam ditambah dengan fiqh mu'amalat konvensional yang berakar panjang dalam sejarah Islam. Tidak mengherankan bila bidang ini masih merupakan suatu yang baru bagi negara-negara berpenduduk muslim, terutama, karena minimnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung dan praktek peradilan.
Hukum materil ekonomi syariah di Indonesia pada umumnya baru tersedia dalam bentuk fiqh para fuqaha' atau fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) secara khusus, yang sebagiannya telah menjadi Peraturan Bank Indonesia melalui upaya positivisasi fatwa. Mengisi kekosongan perudang-undangan dalam bidang ini bagi kepentingan penyelesaian sengketa di pengadilan, maka Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES terdiri dari 4 Buku, masing-masing tentang Subyek Hukum dan Amwal, Akad, Zakat dan Hibah, dan Akutansi Syariah. Diharapkan pemerintah dan DPR RI dapat mengambil inisiatif di masa depan untuk mengembangkan KHES menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah melalui produk perundang-undangan.
Langkah lain yang perlu juga diambil di masa depan adalah mendirikan Lembaga Fatwa Negara dengan meningkatkan status DSN/Mejelis Fatwa MUI menjadi Lembaga Fatwa Negara berdasarkan undang-undang dengan kedudukan sejajar, misalnya, dengan Kantor Mufti di negara tetangga Malaysia, bahwa bila fatwa yang diterbitkannya disiarkan dalam lembaran negara maka mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang.
Dalam bidang ekonomi syariah juga telah terbit perundang-undangan tentang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara yang mengisyaratkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum materil ekonomi syariah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara menyatakan bahwa: "Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai alat bukti bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing."
Sementara itu, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa: "Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya." Pasal 2 menjelaskan bahwa "Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian."
Pasal 1 ayat (12) menjelaskan: "Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah."
Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan: "(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. (3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan. dalam Peraturan Bank Indonesia."
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa "Bank Syariah atau UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat."
Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa: "Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif)."
Keterbatasan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariah sebenarnya tidak menjadi hambatan bagi para hakim dalam memutus sengketa yang diajukan ke pengadilan. Seperti terlihat di atas, baik fatwa yang sudah dipostivisasi oleh Bank Indonesia maupun peraturan perundang-undangan ekonomi syariah yang tersedia merujuk dan meresepsi hukum atau syariat Islam. Syariat Islam sebagai fiqh para fuqaha' bersumber dari Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas atau ijtihad secara umum. Para hakim dapat mengeksplorasi sumber yang amat luas ini dengan melakukan tarjih dari pendapat-pendapat yang ada atau melakukan istinbath dan ijtihad dalam batas kemampuan yang ada. Putusan hakim seperti ini dalam masa yang panjang akan menjadi yurisprudensi pengadilan sebagai hukum Islam berciri Indonesia di masa depan sebagai judge made law (hukum yang dibuat oleh hakim).
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum yang hidup di negeri ini dengan didukung oleh masyarakat melalui para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, keulamaan, peradilan dan penyelesaian sengketa alternatif dan lain-lain. Gejala ini juga menunjukkan penyerapan lembaga-lembaga masyarakat terhadap syariat Islam sebagai tuntunan hukum mereka, walaupun peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariat masih sangat terbatas dan di pihak lain meunjukkan kelambanan legislator Indonesia dalam mengantisipasi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang terbatas sebenarnya tidak menjadi hambatan besar bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syariah yang diajukan kepada mereka, mengingat hakim muslim sejak dahulu selalu memutus perkara berdasarkan syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam. Dengan praktek hukum ekonomi syariah paling tidak sebagian besar fiqh mu'amalat telah menjadi hukum Indonesia.
Syariah_ekonomiPenduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam nampaknya belum begitu familiar dengan ekonomi syariah, oleh karena itu pemerintah kini sedang gencar-gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah salah satunya yaitu asuransi syariah yang kini digalakkan. Padahal, sebenarnya ekonomi syariah lebih pro ekonomi riil. Hal ini tentunya, sangat bermanfaat khususnya bagi UKM yang sangat membutuhkan kepastian hukum dan tentunya bantuan modal. Hal ini terbukti bahwa penerapan ekonomi syariah lebih handal ketimbang ekonomi konvensional pada krisis moneter tahun 2007 lalu. Bank dengan ekonomi syariah terbukti mampu tetap kokoh berdiri ditengah krisis. Hal ini bisa terjadi karena prinsip ekonomi syariah yang mengharamkan Riba, Judi, Dholim (aniaya), Gharar (penipuan), Barang Haram, Maksiat, Risywah (suap) dan prinsip bagi hasil terbukti lebih menguntungkan. Produk lain dari ekonomi syariah adalah reksadana syariah dan obligasi koorporasi syariah yang baru diperkenalkan.
Hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari hukum atau syariah Islam yang berkembang di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia, merupakan penggabungan antara hukum ekonomi konvensional yang telah melalui transformasi proses Islamisasi hukum oleh para ahli ekonomi Islam ditambah dengan fiqh mu'amalat konvensional yang berakar panjang dalam sejarah Islam. Tidak mengherankan bila bidang ini masih merupakan suatu yang baru bagi negara-negara berpenduduk muslim, terutama, karena minimnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung dan praktek peradilan.
Hukum materil ekonomi syariah di Indonesia pada umumnya baru tersedia dalam bentuk fiqh para fuqaha' atau fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) secara khusus, yang sebagiannya telah menjadi Peraturan Bank Indonesia melalui upaya positivisasi fatwa. Mengisi kekosongan perudang-undangan dalam bidang ini bagi kepentingan penyelesaian sengketa di pengadilan, maka Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES terdiri dari 4 Buku, masing-masing tentang Subyek Hukum dan Amwal, Akad, Zakat dan Hibah, dan Akutansi Syariah. Diharapkan pemerintah dan DPR RI dapat mengambil inisiatif di masa depan untuk mengembangkan KHES menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah melalui produk perundang-undangan.
Langkah lain yang perlu juga diambil di masa depan adalah mendirikan Lembaga Fatwa Negara dengan meningkatkan status DSN/Mejelis Fatwa MUI menjadi Lembaga Fatwa Negara berdasarkan undang-undang dengan kedudukan sejajar, misalnya, dengan Kantor Mufti di negara tetangga Malaysia, bahwa bila fatwa yang diterbitkannya disiarkan dalam lembaran negara maka mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang.
Dalam bidang ekonomi syariah juga telah terbit perundang-undangan tentang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara yang mengisyaratkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum materil ekonomi syariah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara menyatakan bahwa: "Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai alat bukti bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing."
Sementara itu, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa: "Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya." Pasal 2 menjelaskan bahwa "Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian."
Pasal 1 ayat (12) menjelaskan: "Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah."
Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan: "(1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. (3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan. dalam Peraturan Bank Indonesia."
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa "Bank Syariah atau UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat."
Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa: "Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif)."
Keterbatasan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariah sebenarnya tidak menjadi hambatan bagi para hakim dalam memutus sengketa yang diajukan ke pengadilan. Seperti terlihat di atas, baik fatwa yang sudah dipostivisasi oleh Bank Indonesia maupun peraturan perundang-undangan ekonomi syariah yang tersedia merujuk dan meresepsi hukum atau syariat Islam. Syariat Islam sebagai fiqh para fuqaha' bersumber dari Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas atau ijtihad secara umum. Para hakim dapat mengeksplorasi sumber yang amat luas ini dengan melakukan tarjih dari pendapat-pendapat yang ada atau melakukan istinbath dan ijtihad dalam batas kemampuan yang ada. Putusan hakim seperti ini dalam masa yang panjang akan menjadi yurisprudensi pengadilan sebagai hukum Islam berciri Indonesia di masa depan sebagai judge made law (hukum yang dibuat oleh hakim).
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum yang hidup di negeri ini dengan didukung oleh masyarakat melalui para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, keulamaan, peradilan dan penyelesaian sengketa alternatif dan lain-lain. Gejala ini juga menunjukkan penyerapan lembaga-lembaga masyarakat terhadap syariat Islam sebagai tuntunan hukum mereka, walaupun peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariat masih sangat terbatas dan di pihak lain meunjukkan kelambanan legislator Indonesia dalam mengantisipasi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang terbatas sebenarnya tidak menjadi hambatan besar bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syariah yang diajukan kepada mereka, mengingat hakim muslim sejak dahulu selalu memutus perkara berdasarkan syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam. Dengan praktek hukum ekonomi syariah paling tidak sebagian besar fiqh mu'amalat telah menjadi hukum Indonesia.
KESEHATAN
Sistem Reproduksi Wanita
Image by : Dokumentasi Ayahbunda
- Bayi perempuan terlahir dengan sekitar 2-3 juta sel telur di dalam ovariumnya. Ovarium bisa dikatakan dalam keadaan ‘tidur’ selama masa kanak-kanak dan akan mulai berfungsi hanya setelah pubertas dan menstruasi mulai terjadi. Sejak itulah, wanita usia subur melepaskan sebuah sel telur rata-rata setiap empat minggu.
- Jadwal bulanan ini disebut dengan siklus ovulasi atau menstruasi. Sekitar 400-500 sel telur dilepaskan oleh seorang wanita selama masa suburnya, sebelum akhirnya ovulasi berhenti pada saat menopause, yang biasanya terjadi di usia 40 atau 50 tahunan.
- Di awal siklus ovulasi, beberapa sel telur mulai tumbuh dalam ovarium. Setelah sekitar 14 hari, satu sel telur akan cukup matang untuk dilepaskan ke dalam saluran Fallopi dan bergerak menuju rahim. Selama perjalanan inilah sel telur tersebut bisa dibuahi.
- Apabila tidak terjadi pembuahan, sekitar 14 hari setelah ovulasi, dinding rahim akan gugur dan keluar melalui vagina. Inilah yang disebut menstruasi. Kemudian, siklus di atas akan berulang kembali seperti semula.
- Apabila seorang wanita mengalami menstruasi, tetapi tidak memproduksi sel telur karena alasan tertentu, kehamilan tidak akan terjadi. Namun, banyak wanita yang bisa hamil meskipun tidak pernah mengalami menstrusi tapi peluang hamilnya lebih kecil dibandingkan wanita lain. (me)
FATWA
Muhammadiyah telah memberikan fatwa haram tentang bunga perbankan semenjak tahun 2006. Pernyataan ini disampaikan Ketua Bidang Tarjih Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas saat memberikan kata sambutan dalam acara kerjasama Muhammadiyah dengan tujuh perbankan syariah diselenggarakan di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Selasa (27/12/2011) siang.
Menurut pak Yun, demikian ia kerap dipanggil, bunga bank adalah riba. Sedangkan riba hukumnya haram.
“Fatwa mengikat bagi orang-orang yang meyakininya dan tidak mengikat bagi orang yang tidak meyakininya, bagi orang yang tidak meyakininya, harus punya argumennya. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 278-279 sudah tertulis secara jelas bahwa riba adalah haram hukumnya, sedangkan dalam kaidah fiqh juga sudah disebutkan tinggalkanlah yang syubhat sampai jelas kehalalannya tapi bangsa kita sering terbalik, ambillah yang syubhat sampai jelas keharamannya,” demikian ujar Yunahar.
Menyambut kerjasama dengan tujuh perbankan syariah ini, Yunahar berharap Muhammadiyah bisa maju bersama perbankan syariah.
“Kerjasama dengan tujuh perbankan syariah ini berlaku untuk seluruh cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Saya berharap, Muhammadiyah bisa maju bersama perbankan syariah,” harapnya lagi.
Yunahar menambahkan, perbankan syariah diharapkan lebih memperbanyak transaksi mudharabah daripada murabahah, karena transaksi mudharabah dinilai lebih menyasar ke sektor riil.
Memperbanyak transaksi mudharabah, dinilai akan membuat bangsa ini lebih maju.
Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa haram bunga bank pada tahun 2006 yang dikeluarkan Sabtu 3 April 2010 lewat rapat pleno Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).*/sarah
Red: Cholis Akbar
Rabu, 28 Desember 2011
Hidayatullah.com—
http://nahimunkar.com/ketua-tarjih-muhammadiyah-bunga-bank-adalah-riba-dan-haram/
Fatwa Muhammadiyah Tentang Bunga Bank
Top of
Form
Bottom of
Form
Recent Posts
- Wawancara-2 KH. Imam Sibawaih
- Wawancara-1 KH. Ali Imron Muhammad
- Janjian Ketemu Promotor
- Belajar dari SPMAA Turi
- Lari-lari dari Surabaya ke Lamongan
Archives
Categories
Meta
FATWA
MAJELIS TARJIH DAN TAJDID
PIMPINAN
PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR : 08 TAHUN 2006
بسم الله الرحمن الرحيم
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, setelah:
MEMBACA DAN MEMPELAJARI
:
hasil Halaqah Nasional Tarjih yang
dilaksanakan di Jakarta pada hari Ahad tanggal 21 Jumadalawal 1427 H yang
bertepatan dengan 18 Juni 2006 M dan dihadiri oleh Pimpinan Majelis Tarjih dan
Tajdid Pusat dan wakil dari Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid Wilayah serta
undangan dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan;
MENIMBANG
:
1. Bahwa
sistem ekonomi berbasis bunga (interest) semakin diyakini sebagai
berpotensi tidak stabil, tidak berkeadilan, menjadi sumber berbagai penyakit
ekonomi modern, menggantungkan pertumbuhan pada penciptaan hutang baru,
merupakan pemindahan sistematis uang dari orang yang memiliki lebih sedikit
uang kepada orang yang memiliki lebih banyak uang, seperti tampak dalam krisis
hutang Dunia Ketiga dan di seluruh dunia, serta merupakan pencurian uang
diam-diam dari orang yang menabung, yang berpenghasilan tetap dan memasuki
kontrak jangka panjang;
2. Bahwa oleh
karena itu terdapat argumen kuat untuk mendukung sistem keuangan bebas bunga
bagi abad ke-21 yang sejalan dengan ajaran Islam dan ajaran Kristen awal (James
Robertson), perlu mengeliminir peran bunga dan bahwa absensi riba dalam perekonomian
mencegah penumpukan harta pada sekelompok orang dan terjadinya mislokasi
produksi, serta mencegah gangguan-gangguan dalam sertor riil, seperti inflasi
dan penurunan produktifitas ekonomi makro;
3. Bahwa Ekonomi
Islam yang berbasis prinsip syariah dan bebas bunga telah diperkenalkan sejak
beberapa dasawarsa terakhir dan institusi keuangan Islam (syariah) telah diakui
keberadaannya dan di Indonesia telah terdapat di banyak tempat;
4. Bahwa perlu
mendorong Persyarikatan dan seluruh warga Muhammadiyah serta umat Islam secara
umum untuk berperan aktif dalam pengembangan ekonomi yang berdasarkan prinsip
syariah dan bebas bunga, dan yang tidak saja bertujuan meningkatkan ekonomi
rakyat dan kesejahteraan bersama, tetapi juga secara nyata telah menjadi wahana
dakwah konkret yang efektif;
MENGINGAT :
1. Ayat-ayat
al-Qur’an:
a. Surat
an-Nisa’ (4): ayat 160-161:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْناَ
عَلَيْهِمْ طَيِّبتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ الله كَثِيْرًا
[160] وَأَخْذٍِهِمُ الرَّبوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَأَكْلِهِم أَمْوَالِ
النَّاسِ بِاْلباَطِلِ وَأَعْتَدْناَ لِلْكفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيْماً
[161].
Artinya: Maka disebabkan kezaliman
orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya meereka telah dilarang daripadanya, dan karena memakan harta orang
dengan jalan batil. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di
antara mereka itu siksa yang pedih.
b. Surat Ali Imran
(3): 130,
يآ أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا
الرِّبوا أَضْعَافًا مُضعَفَةً وَاتَّقُوْا الله لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ [آل
عمران : 130] .
Artinya: Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda, dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan [Q. 3: 130].
c. Surat
al-Baqarah (2): 275 dan 278-279,
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبوا لاَ يَقُوْمُوْنَ
إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ اْلمَسِّ ذلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوْا إِنَّماَ اْلبَيْعُ مِثْلُ الرِّبوا وَأَحَلَّ الله
اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبوا … … … يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا
الله وَذَرُوْا ماَ بَقِيَ مِنَ الرِّبوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ الله وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ [البقرة :
275 و 278 - 279] .
Artinya: Orang-orang
yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu disebabkan mereka
berkata (berpendapat): sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, pada hal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … … … Hai orang-orang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu adalah
orang-orang yang beriman. Maka jika tidak kamu lakukan, maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya [Q. 2: 275
dan 278-279].
2. Hadis-hadis Rasulullah saw,
a. Hadis Ab
Hurairah,
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمُوْبِقَاتِ قِيْلَ ياَ
رَسُوْلَ اللهِ وَماِ هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ باللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ الله إِلاَّ باِلْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ اْليَِتِيْمِ
وَأكْلُ الرِّباَ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفِ الْمُحْصَناَتِ
اْلغَافِلاَتِ اْلمُؤْمِنَاتِ [رواه الجماعة واللفظ لمسلم] .
Artinya: Dari Ab
Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Hindarilah tujuh dosa
besar yang mencelakakan! Kepada Rasulullah ditanyakan: Apa dosa-dosa besar
dimaksud wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, melakukan
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya secara tanpa hak, makan
harta anak yatim, makan riba, lari dari medan pertempuran, dan mencemarkan nama
baik wanita mukmin yang lengah [Riwayat jamaah ahli hadis, dan lafal ini adalah
lafal Muslim].
b. Hadis ‘Amr
riwayat Ab D±wd,
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْروٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُوْلُ الله (ص) ِفيْ حَجَّةِ اْلوَدَاعِ يَقُوْلُ : أَلاَ إِنَّ كُلَّ
رِباً مِنْ رِباَ اْلجاَهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ لَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْواَلِكُمْ لاَ
تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ [رواه أبو داود] .
Artinya: Dari
Sulaim±n Ibn ‘Amr, dari ayahnya (dilaporkan bahwa) ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah saw bersabda pada waktu Haji Wadak: Ketahuilah bahwa setiap bentuk
riba Jahiliah telah dihapus; bagimu pokok hartamu, kamu tidak menzalimi dan
tidak dizalimi [HR Ab D±wd].
c. Hadis
‘Ub±dan Ibn a¡-¢±mit,
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ
الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَاْلفِضَّةُ
بِاْلفِضَّةِ وَاْلبُرُّ بِاْلبُِرِّ وَالشَّعِيْرُ باِلشَّعِيْرِ وَالتَّمَرُ
بِالتَّمَرِ وَالْمِلْحُ باِلْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَواَءً بِسَوَاءٍ يَدًا
بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذه اْلأَصْناَفِ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا
كَانَ يَدًا بِيَدِ [رواه الجماعة وهذا لفظ مسلم] .
Artinya: Dari ‘Ub±dah
Ibn a¡-¢±mit (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
[Pertukarkanlah] emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
jawawut dengan jawawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam secara sama
jumlahnya dan secara tunai. Apabila macamnya berbeda, maka perjualbelikanlah
sesuai kehendakmu asalkan secara tunai [HR Jamaah ahli hadis, dan ini
adalah lafal Muslim].
d. Hadis Ab
Hurairah
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً
تَقاَضى رَسُوْلَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ
أَصْحَابُهُ فَقاَلَ دَعُوْهُ فَإِنَّ لِصَاحِبِ اْلحَقِّ مَقَالاً وَاشْتَرُوْا
لَهُ بَعِيْرًا فَأَعْطُوْهُ إِياَّهُ ، وَقَالُوْا لاَ نَجِدُ إِلاَّ أَفْضَلَ
مِنْ سِنِّهِ قَالَ اشْتَرُوْهُ فَأَعْطُوْهُ إِياَّهُ ، فَإِنَّ خَيْرَكُمْ
أَحْسَنُكُمْ قَضاَءً [رواه البخاري ومسلم] .
Artinya: Dari Ab
Hurairah r.a. (diriwayatkan) bahwa seorang laki-laki menagih hutang kepada
Rasulullah saw dengan kasar sehingga geramlah para Sahabatnya, lalu Rasulullah
saw bersabda: Biarkanlah dia, karena pemilik hak mempunyai hak untuk bersuara,
dan belikan untuknya seekor unta kemudian serahkan kepadanya. Para Sahabat
mengatakan: Kami tidak mendapatkan unta yang sama dengan untqanya, yang ada
adalah unta yang lebih baik dari untanya. Rasulullah saw bersabda: Berikan
kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik
melakukan pembayaran [HR al-Bukh±ri dan Muslim].
e. Hadis Ibn
‘Abb±s (juga diriwayatkan dari ‘Ub±dah Ibn a¡-¢±mit, ‘Aisyah dan Ab Hurairah),
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه أحمد وابن ماجه
ومالك والدارقطني والبيهقي]
Artinya: Dari Ibn
‘Abb±s (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada
tindakan mudarat dan membalas kemudaratan [HR Ahmad, Ibn M±jah, M±lik,
D±raqu¯n³ dan al-Baihaq³].
3. Kaidah-kaidah Hukum Islam (al-qaw±‘id
al-fiqhiyyah)
a. اَلضَّرَرُ
يُزَالُ
(Kemudaratan dihilangkan)
b. اْلأَمْرُ إِذَا ضَاقَ اتَّسَعَ (Suatu hal apabila mengalami kesulitan diberi
kelapangan).
c. اَلْمَشَقَّةُ
تَجْلِبُ التَّيْسِيْرِ
(Kesukaran membawa kemudahan).
4. Fatwa,
keputusan dan kesepakatan para fukaha dalam berbagai forum yang mengharamkan
bunga:
a. Keputusan
Muktamar II Lembaga Penelitian Islam (Majma‘ al-Bu¥£ al-Isl±miyyah)
al-Azhar, Kairo, Muharam 1385 H/Mei 1965 M.
b. Keputusan
Muktamar Bank Islam II, Kuwait, 1403 H/1983 M.
c. Keputusan
Muktamar II Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI), Jeddah,
10-16 Rabiulakhir 1406 / 22-28 Desember 1985.
d. Keputusan
Sidang IX Dewan Lembaga Fikih Islam, Rabitah Alam Islami, Mekah, 19 Rajab 1406
H / 1986 M.
e. Fatwa
Komite Fatwa al-Azhar tanggal 28 Februari 1988.
f.
Fatwa D±r al-Ift±’ Mesir tanggal 20-02-1989 yang ditandatangani oleh Mufti
Negara Mesir yang menyatakan, “Setiap pinjaman (kredit) dengan bunga yang
ditetapkan di muka adalah haram.”
5. Penegasan para
ulama,
a. Al-Ja¡¡±¡
dalam A¥k±m al-Qur’an (I: 635 dan 637),
وَالرِّباَ الَّذِيْ كاَنَت اْلعَرَبُ تَعْرِفُهُ
وَتَفْعَلُهُ إِنَّماَ كَانَ قَرْضَ الدَّرَاهِمِ وَالدَّناَنِيْرِ إِلى أَجَلٍ
بِزِياَدَةٍ عَلى مِقْدَارِ ماَ اسْتُقْرِضَ عَلى مَا يَتَرَاضَوْنَ بِهِ … هَذاَ
كاَنَ الْمُتَعاَرَفَ الْمَشْهُوْرَ بَيْنَهُمْ .
Artinya: Riba yang
dikenal dan dipraktikkan oleh masyarakat Arab (Jahiliah) itu sesungguhnya
adalah mengkreditkan (meminjamkan) uang dirham atau dinar untuk jangka waktu
tertentu dengan tambahan atas jumlah yang dipinjam sesuai dengan kesepakatan
mereka …. Inilah praktik yang populer di kalangan mereka [I: 635].
وَالثَّاني أَنَّهُ مَعْلُوْمٌ أَنَّ رِباَ
الْجَاهِلِيَّةِ إِنَّماَ كَانَ قَرْضًا مُؤَجَّلاً بِزياَدَةٍ مَشْرُوْطَةٍ
فَكاَنَتِ الزِّياَدَةُ بَدَلاً مِنَ اْلأَجَلِ فَأَبْطَلَهُ الله تَعَالى
وَحَرَّمَهُ وَقَالَ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ وَقَالَ
تَعَالى وَذَرُوْا ماَ بَقِيَ مِنَ الرِّباَ.
Artinya: Kedua,
diketahui bahwa riba Jahiliah itu sesungguhnya adalah suatu kredit berjangka
dengan tambahan pengembalian yang disyaratkan. Jadi tambahan itu merupakan
imbalan atas jangka waktu yang diberikan. Maka Allah Yang Maha Tinggi
membatalkan dan mengharamkannya, serta menegaskan ‘Dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu’ dan menegaskan juga ‘… dan
tinggalkanlah sisa-sisa riba’[I: 637].
b. Ar-R±z³ dalam at-Tafs³r
al-Kab³r [VII: 85],
كَانُوْا يَدْفَعُوْنَ اْلماَلَ عَلى أَنْ يَأْخُذُوْا
كُلَّ شَهْرٍ قَدَرًا مُعَيَّناً وَيَكُوْنَ رَأْسَ اْلماَلِ بَاقِياً ثُمَّ إِذَا
حَلَّ الدَّيْنُ طَاَلبُوْا اْلمَدْيُوْنَ بِرَأْسِ اْلماَلَ فَإِِنْ تَعَذَّرَ
عَلَيْهِ اْلآدَاءُ زَادُوْا فيِ اْلحَقِّ وَاْلأَجَلِ.
Artinya: Mereka [di
zaman Jahiliah] menyerahkan harta dengan ketentuan akan mengambil sejumlah
imbalan tertentu setiap bulan, sementara pokok modal tetap, kemudian apabila
hutang itu telah jatuh tempo mereka menagih debitur untuk mengembalikan modal
tadi, dan apabila ia tidak dapat mengembalikannya, mereka memberi tambahan
sebagai imbalan penangguhan [VII: 85].
c. Syeikh
Mu¥ammad Ab Zahrah,
وَرِبَا اْلقُرْآنِ هُوَ الرِّباَ الَّذِيْ تَسِيْرُ
عَلَيْهِ اْلمَصَارِفُ وَيَتَعَامَلُ بِهِ النَّاسُ فَهُوَ حَرَامٌ لاَ شَكَّ
فِيْهِ .
Artinya: Dan riba
[yang dilarang dalam] al-Qur’an itu adalah riba yang berlaku pada bank-bank
dan dipraktikkan oleh masyarakat; itu tidak ragu lagi adalah haram.
d. Syeikh Ysuf
al-Qar±«±w³,
فَوَائِدُ اْلبُنُوْكِ هِيَ الرِّباَ
الْمُحًرَمُ (Bunga bank adalah riba
yang diharamkan).
MEMPERHATIKAN
:
1. Putusan
Tarjih tentang “Kitab Beberapa Masalah” No. 19 a dan b;
- Putusan Tarjih di Sidoarjo Tahun 1968 tentang Masalah Bank, khususnya angka 4 yang, “Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesduai dengan qaidah Islam;”
- Putusan Tarjih di Wiradesa Tahun 1972 tentang Perbankan angka 1 yang “Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk segera dapat memenuhi keputusan Muktamar Tarjih di Sidoarjo tahun 1968 tentang terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam;”
- Keputusan Tarjih di Malang Tahun 1989;
- Putusan Tarjih di Padang Tahun 2003.
MENDENGARKAN
:
1. Penyajian
makalah oleh para narasumber dan diskusi serta pendapat yang berkembang dalam
halaqah,
- Usulan-usulan yang disampaikan para peserta,
MENCERMATI
:
Tugas dan fungsi Majelis Tarjih dan Tajdid
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pertama
: Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berbasiskan nilai-nilai
syariah antara lain berupa keadilan, kejujuran, bebas bunga, dan memiliki
komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan bersama.
Kedua
: Untuk tegaknya ekonomi Islam, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
Islam amar makruf nahi munkar dan tajdid, perlu terlibat secara aktif dalam
mengembangkan dan mengadvokasi ekonomi Islam dalam kerangka kesejahteraan
bersama.
Ketiga
: Bunga (interest) adalah riba karena (1) merupakan tambahan
atas pokok modal yang dipinjamkan, pada hal Allah berfirman, Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; (2) tambahan
itu bersifat mengikat dan diperjanjikan, sedangkan yang bersifat suka rela dan
tidak diperjanjikan tidak termasuk riba.
Keempat
: Lembaga Keuangan Syariah diminta untuk terus meningkatkan
kesesuaian operasionalisasinya dengan prinsip-prinsip syariah.
Kelima
: Menghimbau kepada seluruh jajaran dan warga Muhammadiyah serta
umat Islam secara umum agar bermuamalat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,
dan bilamana menemui kesukaran dapat berpedoman kepada kaidah “Suatu hal
bilamana mengalami kesulitan diberi kelapangan” dan “Kesukaran membawa
kemudahan.”
Keenam
: Umat Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya
agar meningkatkan apresiasi terhadap ekonomi berbasis prinsip syariah dan
mengembangkan budaya ekonomi berlandaskan nilai-nilai syariah.
Ketujuh
: Agar fatwa ini disebarluaskan untuk dimaklumi adanya;
Kedelapan
: Segala sesuatu akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya apabila
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam fatwa ini.
Difatwakan di Yogyakarta,
Pada tanggal 1 Jumadilakhir 1427 H
bertepatan dengan tanggal 27 Juni
2006 H
Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid
PP Muhammadiyah
Ketua,
Sekretaris,
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar,
MA
Drs. H. Dahwan, M. Si.
http://khotibsholeh.wordpress.com/2012/12/02/fatwa-muhammadiyah-tentan-bunga-bank/Senin, 05 April 2010
Munas Tarjih Muhammadiyah Hasilkan Fatwa Bunga Bank Termasuk Haram
MALANG--MI: Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur (Jatim) 1-4 Maret menghasilkan sejumlah fatwa baru dalam kaitan kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan keluarga.
Wakil Ketua Sekretaris Munas Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Abdul Fattah Wibisono kepada Media Indonesia mengatakan fatwa yang dihasilkan dalam Munas melalui sidang pleno 7 komisi selesai dibahas Minggu (4/4).
Rekomendasi yang dihasilkan adalah bunga bank swasta dan pemerintah, termasuk riba, kendati ada dua peserta munas menolak rekomendasi itu dalam sidang pleno. "Akibat adanya penolakan dari dua peserta munas maka fatwa soal bunga bank maka keputusannya diserahkan ke Majelis Tarjih pusat," katanya.
Ia menjelaskan fatwa haram terhadap bunga bank sudah dikeluarkan PP Muhammadiyah sejak 1937. Pada Muktamar (sekarang Munas) Tarjih 1968 di Sidoarjo menegaskan bunga bank swata hukumnya haram karena ada unsur riba. Saat itu belum memutuskan bunga bank pemerintah.
Kemudian keluar fatwa dari Majelis Tarjih pada 2006 yang mengharamkan semua bank. Fatwa itu diperkuat melalui Munas di Malang.
Selain itu Munas juga mengeluarkan fatwa baru tentang rekrutmen yang sehat dalam proses pengisian posisi atau jabatan dalam organisasi pemerintahan, termasuk organisasi politik. Sehingga pengisian jabatan harus bebas dari praktik bernuasa transaksional dan beraroma investif.
"Salah satu akar permasalahan dalam pengelolaan pemerintahan kita adalah karena praktik-praktik transaksional dan investif yang marak sebagaimana kita semua mendengarnya," ujarnya.
Munas juga mengeluarkan fatwa soal pernikahan yang hukumnya wajib dicatatkan secara legal formal. Sehingga nikah siri dilarang, dan setuju bagi pelaku nikah sirri mendapat sanksi. Termasuk tidak menganjurkan poligami. "Soal sanksi bagi pelaku nikah sirri masih dirumuskan," tegasnya.
Demikian pula soal fatwa khitan (sunat) diputuskan bahwa khitan laki-laki sangat dianjurkan (masyru?), sementara untuk perempuan tidak dianjurkan. Muhammdiyah juga mengeluarkan fatwa mencari nafkah bagi keluarga menjadi tanggung jawab suami.
Untuk menentukan waktu salat subuh bagi umat muslim, diperlukan fatwa bahwa awal salat subuh di Indonesia memperhatikan posisi matahari 20 derajad di bawah ufuk.
"Seluruh fatwa yang dihasilkan dalam Munas akan diserahkan ke PP Muhammadiyah untuk selanjutnya disahkan sebagai keputusan yang mengikat," tukasnya.(BN/OL-02)
Sumber:
Media Indonesia Online
www dot mediaindonesia dot com /read/2010/04/04/133738/91/14/Munas-Tarjih-Muhammadiyah-Hasilkan-Fatwa-Bunga-Bank-Termasuk-Haram
http://muhammadiyahmalang.blogspot.com/2010/04/munas-tarjih-muhammadiyah-hasilkan.html
KEPUTUSAN TARJIH SIDOARJO
مقررات مؤتمر سيدؤرجا
KEPUTUSAN TARJIH SIDOARJO
- 1. MASALAH BANK
- Uraian tentang masalah Bank dalam segala seginya yang disampaikan oleh Nandang Komar, Direktur Bank Negara Indonesia Unit I Cabang Surabaya
- Pembahasan dari para Mu’tamirin.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT
Menyadari :- Bahwa Bank dalam sistim ekonomi-pertukaran adalah mempunyai fungsi vital bagi perekonomian pada masa sekarang.
- Bahwa Bank dalam wujudnya sekarang bukan merupakan lembaga yang lahir dari cita-cita social ekonomi Islam.
- Bunga adalah sendi dari sistim perbankan yang berlaku selama ini.
- Bahwa Ummat Islam sebagai Ummat pada dewasa ini tidak dapat melepaskan diri tidak dapat melepaskan diri daripada pengaruh perbankan yang langsung atau tidak langsung menguasai perekonomian Ummat Islam.
Mengingat :
- Bahwa nash-nash Quran dan Sunnah dengan jelas mengharamkan riba.
- Bahwa fungsi bunga Bank dalam perekonomian Modern sekarang ini bukan hanya menjadi sumber penghasilan bagi Bank, melainkan juga berfungsi sebagai alat politik perekonomian Negara untuk kesejahteraan Ummat (stabilitas ekonomi).
- Bahwa adanya Undang-undang yang mengatur besar kecilnya bunga adalah untuk mencegah kemungkinan terjadinya penghisapan pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah disamping untuk melindungi langsungnya kehidupan Bank itu sendiri.
- Bahwa hingga saat ini belum ada konsepsi sistim perekonomian yang disusun dan dilaksanakan sesuai dengan qa’idah Islam.
Menimbang:
- Bahwa nash-nash Quran dan Sunnah tentang haramnya riba mengesankan adanya “Illah terjadinya pengisapan oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.
- Bahwa perbankan adalah suatu sistem lembaga perekonomian yang belum pernah dialami Ummat Islam pada masa Rasulullah s.a.w.
- Bahwa hasil keuntungan Bank-Bank milik Negara pada akhirnya akan kembali untuk kemaslahatan Ummat.
- Bahwa termasuk atau tidaknya bunga Bank ke dalam pengertian riba Syari’i dirasa belum mencapai bentuk yang meyakinkan.
Memutuskan :
- Riba hukumnya haram, dengan nash sharih Quran dan Sunnah.
- Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan Bank tanpa riba hukumnya halal.
- Bunga yang diberikan Bank-bank milik Negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “Musytabihat”.
- Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistim perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qa’idah Islam.
PENJELASAN DARI MAJLIS TARJIH
Penjelasan ini mengarah kepada ungkapan mengapa keputusan tentang masalah perbankan tersebut terjurus kepada sifat-sifat :- Perkhususan Bank Kredit, b. Penyebutan Bank Negara, c. Penggunaan kata Musytabihat.
Mengapa Bank Kredit
Meskipun judul pembahasan sebagaimana yang dicantumkan sebagai acara adalah soal perbankan, namun sejak pertama telah terkesan – setelah dikemukakan segala penerangan dan penjelasan mengenai perbankan – bahwa ditengah-tengah segala fungsi perbankan yang bermacam-macam, Bank Perkreditan khususnyalah yang dirasa dapat disangkut pautkan dengan sesuatu hukum agama, yakni permasalahan RIBA.Demikianlah yang telah menjadi pengertian umum dalam Mu’tamar.
Mengapa Bank Negara
Pengkhususan Bank Negara sebagai landasan pembicaraan timbul ditengah-tengah pembahasan oleh Panitia Perumus. Jalan pembahasannya sebagai berikut :- Pada pembahasan oleh para anggota Panitya, pembicaraan jelas menjurus untuk membebaskan sifat rente-bunga dalam macam-macam bentuknya sebagaiman berlaku pada Bank Kredit dewasa ini, dari persamaan dengan sifat Riba yang diharamkam oleh Agama, disebabkan adanya kecendrungan pendapat, bahwa riba yang diharamkan oleh Agama ialah sifat pembungaan yang selalu disertai unsure penyalahgunaan kesempatan dan penindasan, sedang yang berlaku dewasa ini sama sekali tak menimbulkan rasa penindasan atau kekecewaan oleh siapapun yang bersangkutan.
- Salah seorang anggota Panitya yang hadir mengungkapkan praktek yang berlaku pada salah satu Bank di Indonesia demikian : seorang akan menitipkan sejumlah uang pada Bank tersebut untuk memperoleh bunga tiap bulannya sebanyak10%-suatu pembungaan yang tidak kecil.- Kemudian Bank itu pada gilirannya memberikan pinjaman kepada pedagang dengan menarik bunga 15 %.
- Gambaran dalam keadaan ekonomi seperti di Indonesia dewasa ini, besar sekali adanya kemungkinan si pedagang meminjamkan lagi uang pinjaman itu kepada pihak keempat untuk mendapatkan bunga lagi. Walaupun dalam panitya tidak dibicarakan lagi tentang siapa yang rugi atau menderita atau ditindas dalam praktek serupa diatas, namun reaksi para hadirin adalah negatif terhadap cara yang demikian.
- Namun begitu panitya berpendapat bahwa hal itu hanya mungkin berlaku pada Bank Swasta. Maka oleh karean itu ditentukan Bank Negara.
Bank Negara
Bank Negara dianggap badan yang mencakup hampir semua kebaikan dalam alam perekonomian modern dan dipandang memiliki norma yang menguntungkan masyarakat dibidang kemakmuran. Bunga yang dipungut dalam sistem perkreditannya adalah sangat rendah sehingga sama sekali tidak ada pihak yang dikecewakan.Tetapi bunga atau riba tetaplah merupakan kelebihan jumlah pengembalian hutang atau titipan. Dan itulah riba konvensional. Mengapa dalam membicarakan hal yang dimaksud tidak disinggung-singgung segala riwayat hadits tentang riba, misalnya :
لحديث أَبِي هُرَيْرَةَ ر.ض. قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلعم
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ
فَهُوَ رِبًا {رواه مسلم ص. 622}
Karena hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Jual beli mas dengan mas itu mesti seimbang dan sepadan, pun jual beli perak
dengan perak mestilah seimbang dan sepadan; siapa yang menambah atau minta
tambah itu riba. (Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim halaman 632).Kata orang: Itu riba fadl
Katakanlah itu riba fadl, tetapi hendaklah kita akui bahwa itu riba. Salah seorang anggota panitia mengungkapkan, bahwa sepanjang yang ia ketahui melalui bacaan menunjukkan, bahwa lembaga-lembaga di Negeri Islam: RPA, Pakistan dan Saudi Arabia dalam rangka mempersolkan bunga Bank yang lazim berlaku diseluruh dunia tidak menyangkal bahwa bunga serupa itu adalah riba, sambil mengatakan bahwa sangat perlu Ummat Islam membuat suatu konsep perbankan yang dapat mencerminkan penghapusan sifat-sifat riba.
Belum mencapai bentuk yang meyakinkan.
Walaupun diakui bahwa perbungaan yang seminimal-minimalnya pun tidak mudah dilepaskan dari pengertian riba, tetapi terang diinsyafi bahwa segi positif dari pada Bank pengkreditan sangat besar bagi dunia perekonomian.
Apakah yang demikian itulah benar-benar Riba Syari’i yang diancam pelakunya dalam Al-Quran?
Pengertian yang kita dapati belum demikian meyakinkan.
Apakah itu Musytabihat
Kata-kata “Musytabihat dalam pengertian Bahasa ialah perkara yang tidak jelas. Adapun menurut pengertian Syara’ ialah sebagaimana yang tersimpul didalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir yang kesimpulannya sebagai berikut :Bahwasanya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram yaitu yang telah dijelaskan oleh Quran atau Hadits dengan nash-nash sharihnya. Misalnya daging onta adalah halal dimakan, daging khinzir adalah haram dan lain-lain selain yang telah ditentukan hukumnya dengan jelas itu, terdapat beberapa hal yang hukumnya tidak jelas bagi seseorang atau beberapa orang, apakah itu halal atau haram, sehingga dari mereka timbul rasa ragu-ragu dan tidak dapat menentukan salah satu diantara dua macam hukum itu. Perkara yang masih meragukan karena tidak jelasnya inilah yang disebut Musytabuhat.
Dalam hal ini suatu perkara yang semula dihukumkan Musytabihat bagi seseorang atau beberapa orang, kemudian ia dapat menjadi tidak Musytabihat lagi bagi mereka, yaitu apabila setelah dikaji dan diselidiki dengan seksama dengan melalaui prosedure-prosedure tertentu dan yang berlaku, kemudian atas ijtihad mereka telah dapat menentukan salah satu diantara dua hukum yang semula diragukan itu.
Terhadap hal-hal yang masih Musytabihat atau yang masih diragukan hukumnya, oleh Nabi saw telah dianjurkan agar kita sekalian berlaku hati-hati dengan menghindari atau menjauhinya demi untuk menjaga kemurnian jiwa dalam pengabdian kita kepada Allah SWT kecuali apabila ada sesuatu kepentingan masyarakat atau kepentingan pribadi yang sesuai dengan maksud-maksud daripada tujuan agama Islam pada umumnya, maka tidak ada halangan perkara Musytabihat tersebut kita kerjakan sekedar sesuai dengan kepentingan-kepentingan itu. Walla-hu-a’lamu bishshawa-b.
II. MASALAH KELUARGA BERENCANA
Mu’tamar Majlis Tarjih Muhammadiyah setelah mempelajari :- Prasaran tentang keluarga berencana dikemukakan oleh sdr, Dr. H. Kusnadi dan H. Djarnawi Hadikusuma.
- Pembahasan-pembahasan daripada Mu’tamirin.
Berdasarkan pada
- Firman Allah :
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ
مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ
يَكْفُرُونَ {النحل أية 72}
“Dan Allah telah menjadikan bagimu beberapa jodoh dari
kamu dan telah menjadikan bagimu anak-anak dan cucu-cucu dari perjodohanmu
serta memberikan kamu rezeki yang baik-baik. Apakah mereka percaya
(menggunakan) kepada barang-barang yang batal sedang dengan kenikmatan Allah
mereka sama inkar?” (Al-Qur’an surat An-Nahl ayat
72).- Sabda Rasulullah :
الحديث عن أنس: تزوجوا الولود الودود إنى مكاثركم الأنبياء يوم القيامة
{رواه أحمد وصححه إبن حبان، وله شاهد عند أبي داودوالنسائى، وإبن حبان أيضا من
حديث معقل بن يسار}
Dari Anas r.a Nabi bersabda: “Berkawinlah kamu kepada wanita
yang berbakat banyak anak yang penyayang; sesungguhnya aku merasa bangga akan
banyaknya jumlahmu terhadap para Nabi kelak di hari Qiyamat. (Diriwayatkan oleh
Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Habban. Dan kesaksian hadits ini ada pada Abu
Dawud. Nasai dan Ibnu Hibban juga dari Ma’qil bin Yasar).
الحديث: إنك أن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس
{متفق عليه}
Dan hadits bahwasannya lebih baik kamu tinggalkan ahli warismu
dalam keadaan kaya, daripada kamu tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya,
daripada kamu tinggalkan mereka yang menjadi beban yang minta-minta
kepada orang banyak. (Muttafaq ‘alaih atau diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim).
الحديث: عن أبي هريرةقال: قال رسول الله صلعم: المؤمن القوي خير وأحب
إلى الله من المؤمن الضعيف {أخرجه مسلم}
Hadist dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda: “ Orang Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih disayang oleh
Allah, daripada orang Mu’min yang lemah. (Diriwayatkan oleh Mukmin).Berkesimpulan :
- Bahwa menurut ajaran Islam, maksud perkawinan itu antara lain untuk memperoleh keturunan.
- Bahwa Islam mengajarkan untuk memperbanyak keturunan.
- Bahwa Islam menganjurkan agar kehidupan anak keturunan jangan sampai terlantar sehingga menjadi beban tanggungan orang lain.
Memutuskan :
- Mencegah kehamilan adalah berlawanan dengan ajaran agama Islam. Demikian pula keluarga berencana yang dilaksanakan dengan cegahan kehamilan.
- Dalam keadaan darurat dibolehkan sekedar perlu dengan syarat persetujuan suami-istri dan tidak mendatangkan mudlarat jasmani dan rohani.
PENJELASAN DARI MAJLIS TARJIH
- Ayat Qur’an dan Hadits-hadits yang disebut dalam konsideran: mengjadi pengantar konsideran berikutnya.
- Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu karena mengadung atau melahirkan, bila hal itu diketahui dengan pengalaman atau keterangan dokter yang dapat dipercaya seseuai dengan ajaran ayat/firman Allah :
- Keseimbangan antara maksud perkawinan untuk memperoleh keturunan, anjuran untuk memperbanyak keturunan, berusaha agar anak keturunan kita jangan menjadi beban orang lain dan berusaha agar ummat Islam merupakan ummat yang kuat, menjadi kebulatan pandangan dalam perumusan keputusan Keluarga Berencana.
- Anjuran memperbanyak keturunan sebagaimana disebutkan dalam hadits : “Berkawinlah kamu kepada wanita yang berbakat banyak anak……. Seterusnya hadits dari Anas tersebut di atas”, diartikan merupakan anjuran untuk ummat Islam sebagai ummat, bukan sebagai individu. Hingga setiap individu masih dapat mempertimbangkan situasinya, apakah padanya ada kemampuan untuk melaksanakan anjuran tersebut, ataukah tidak.
- Pencegahan kehamilan yang dianggap berlawanan dengan ajaran Islam ialah ; sikap dan tindakan dalam perkawinan yang dijiwai oleh niyat segan mempunyai keturunan, atau dengan cara merusak/merobah organisme yang bersangkutan, seperti: memotong, mengikat dan lain-lain.
- Penjarakan kehamilan dapat dibenarkan sebagai kondisi dlarurat atas dasar kesehatan dan pendidikan dengan persetujuan suami-isteri dengan pertimbangan dokter ahli dan ahli agama.
- Yang dimaksud dalam kriteria darurat ialah :
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ {البقرة أية195}
- Janganlah kamu menjerumuskan dirimu dalam kerusakan (Al-Qur’an surat Baqarah ayat 195).
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
{النساء: 29}
- Dan janganlah kamu bunuh diri-dirimu, sesungguhnya Allah itu kasih saying kepada kamu. (Al-Qur’an surat Nisa’ayat 22).
- Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat faktor-faktor kesempitan penghidupan, seperti kekhawatiran akan terseret menerima hal-hal yang haram atau menjalankan/melanggar larangan karena terdorong oleh kepentingan anak-anak, sejalan dengan firman Allah saw dan hadits Nabi:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
{البقرة: 185}
- Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. (Al-Qur’an surat Baqarah ayat 185).
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ {المائدة: 6}
- Tidaklah Allah menghendaki membuat kesusahan atas kamu sekalian. (Al-Quran surat Maidah ayat 6).
كاد الفقر أن يكون كفرا {رواه أبو نعيم فى الحلية عن أنس}
- Kafakiran itu mendekati kekafiran. (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab Hilyah dari Anas).
- Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran terlalu rapat.
الحديث: الضرر ولا ضرار {رواه أحمد وإبن ماجه عن إبن عباس، ورواه إبن
ماجه عن عبادة}
Jangan bahayakan (dirimu) dan jangan membahayakan (orang
lain). (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu
Majah dari Ibnu ‘Abbas oleh Ibnu Majah dari ‘Ubbadah).- Pertimbangan dlarurat bersifat individu dan tidak dibenarkan keluarnya Undang-Undang, sebab akan bersifat memaksa. Oleh karenanya, persutujuan bulat antara suami-isteri benar-benar diperlukan.
III. MASALAH LOTTO, NALO DAN SESAMANYA
Mu’tamar Majlis Tarjih Muhammadiyah setelah mempelajari, membahas dan mendalami persoalan Lotto dan Nalo dari segala seginya, mengambil keputusan :- Lotto dan Nalo pada hakekatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsure-unsur :
- Pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang.
- Pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
- Olah karena Lotto dan Nalo adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian, maka berlaku nash sharih dalam-Al-Qur’an surat Baqarah ayat 183, 219 dan surat Al-Maidah ayat 90 dan 91.
- Mu’tamar mengakui bahwa bagian hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu betul-betul dipergunakan bagi pembangunan.
- Bahwa madlarat dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dalam perjudian dalam masyarakat, jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.
Memutuskan
Bahwa Lotto dan Nalo adalah termasuk perjudian. Oleh karena itu hukumnya HARAM.
PENJELASAN DARI
MAJLIS TARJIH
Dengan semikian maka lotere biasa termasuk didalamnya walaupun kita ketahui bersama, bahwa cara dan tekniknya kadang-kadang terdapat perbedaan-perbedaan untuk lebih menarik dan sebagainya.
Dalam putusan Lotto dan Nalo termasuk MAISIR, perjudian karena persamaannya, sama-sama mengandung madlarat dan manfaat, rugi untung, kalah menang (lihat konsideran nomer 2). Sebab itu HARAM-lah hukumnya, disebabkan madlarat (jauh) lebih besar dari manfa’atnya, sebagaimana tersebut dalam ayat suci Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 219, dan surat Al-Maidah ayat 90 dan 91.
Oleh karenanya kita wajib menghindarinya dan mengingatkan jangan sampai Lotto dan Nalo diadakan, dijual, dibeli dan sebagainya, malah jika berkuasa: melarang.
Tetapi jika tak/kurang kemampuan bagi kita untuk membendungnya dan tetap pula Lotto dan nalo yang haram itu diadakan oleh selain kita, maka tetap pula kita harus menghindarinya dan berikhitiar untuk mengikis/mengurangi madlaratnya, jangan sampai lebih banyak menimpa kepada khalayak ramai , dengan :
- Terus-menerus memperingatkan jangan sampai orang mengadakan, menjual dan membelinya, serta memberitahukannya melalui iklan dan lain-lainnya.
- Terus-menerus memperingatkan agar segi manfaatnya yang sedikit itu tidak diselewengkan (lihat konsideran nomer 3.
- Terus-menerus berikrar terutama kepada yang berwajib supaya mengambil perhatian penuh agar hal tersebut mulai sedikit berkurang/hilang/hapus.
IV. MASALAH
HIJAB
Berdasarkan firman Allah dalam Qur’an surat Nur ayat 30 dan 31 yang memberi pengertian bahwa pandang-memandang antara pria dan wanita lain (yang bukan muhrim atau bukan suami-isteri) tanpa hajat Syar’i, begitu pula pergaulan bebas antara pria dan wanita, dilarang oleh Islam.
Memutuskan
Tetap adanya hijab dalam rapat rapat persyarikatan
muhammadiyah yang dihadiri oleh pria dan wanita.Adapun cara pelaksanaannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan mengingat/memperhatikan kondisi, waktu dan tempat.
Keputusan ini mengganti Majlis Tarjih Muhammadiyah yang sebelumnya.
PENJELASAN DARI
MAJLIS TARJIH
- Hijab dimaksudkan: yang dapat menutup.menjaga pandangan antara pria dan wanita lain (yang bukan muhrim datau bukan suami-isteri).
- Boleh berujud tabir, apabila masih/tetap dikhawatirkan saling tidak dapat menjaga diri masing-masing dari pandang memandang yang haram/terlarang.
- Boleh tidak berujud tabir, apabila telah terjamin tidak akan ada pandang-memandang yang dikhawatirkan tersebut.
Hijab yang mana dari keduanya yang dijalankan/dipilih adalah menurut keyakinan/pendapat Muhammadiyah setempat.
- Pengertian bahwa pandang memandang antara pria dan wanita lain (yang bukan muhrim atau bukan suami-isteri) tanpa hajar Syar’i begitu pula pergaulan bebas antara pria dan wanita dilarang oleh Islam”, perlu kiranya dijelas-jelaskan kepada keluarga Muhammadiyah, besar kecil, tua muda, pria dan wanita dalam pertemuan-pertemuan, rapat-rapat , sidang-sidang dan pengajian-pengajian serta dianjurkan/dididikkan dalam sekolah-sekolah (menurut keadaan dan tingkatan-tingkatannya), bahwa kita sekalian harus menjaga/mengikis percampuran, pergaulan, perhubungan bebas antara wanita dan pria, putera dan puteri yang sekiranya akan mengakibatkan dan memudahkan pandang-mamandang yang tidak diharapkan oleh agama.
- Dalam rapat-rapat persyarikatan Muhammadiyah yang dihadiri oleh pria dan wanita, berarti bahwa yang pokok/terutama ialah rapat-rapat, sidang-sidang, pertemuan-pertemuan, termasuk pengajian-pengajian dan kursus-kursus yang diadakan oleh Muhammadiyah. Syukur selain Muhammadiyah mau mengikuti jejak yang baik itu.
- Diserahkan kepada yang bersangkuatan, berarti terserah kepada kita (Muhammadiyah), menurut situasi dan kondisi setempat, bagaimana keyakinan/pendapat dari panitia/penyelenggara, terutama Muhammadiyah setempat. Lebih baik lagi, jika Majlis/Lajnah Tarjih setempat yang menentukan dan memberikan petunjuknya.
- V. MASALAH PEMASANGAN GAMBAR K.H.A DAHLAN
Memutuskan :
Mencabut keputusan hukum
gambar seperti yang dimuat dalam Kitab “Beberapa masalah” cetakan tahun 1964
bab 2, termuat dalam buku himpunan Putusan Majlis Tarjih muka 281) pada bagian
yang berbunyi: “ Dan oleh karena gambar almarhum K.H.A. Dahlan itu dirasa
mengkhawatirkan akan mendatangkan memusrikan maka Majlis tarjih memutuskan :
gambar beliau itu haram dipasang untuk perhiasan”.
Categories: Keputusan Tarjih
Sidoarjo /
http://sdmuhcc.net/hpt/?p=62
Pro-kontra
tentang Keharaman Bunga Bank Konvensional
MAJELIS Ulama
Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terbuka soal bunga bank. Melalui Ketua
Komisi Fatwa MUI Ma'ruf Amin, lembaga kumpulnya para ulama itu menyatakan soal
haramnya bunga bank konvensional.
Tentu
masalah itu akan mengundang pendapat di masyarakat. Pasalnya masih terjadi
khilafiyah (perbedaan) soal hukumnya, yaitu ada yang mengharamkan dan
membolehkan. Artinya, jangan sampai muncul hanya satu paham yang benar diakui
oleh satu lembaga keagamaan dengan tidak melihat realitas perbedaan yang
muncul.
Dalam hal
yang masih khilaf, banyak kalangan berharap, mestinya lembaga resmi yang
disahkan Pemerintah itu juga tetap memberi porsi bagi mereka yang tidak
sepaham. Artinya, menghormati juga kepada mereka, sehingga tidak kecil hati
karena merekalah yang salah.
Masuk akal
alasan Makruf Amien soal alasan darurat setelah munculnya sejumlah bank
Syariah. "Sekarang ini sudah banyak bank syariah. Jadi keadaannya sudah
tidak darurat lagi, seperti di masa lalu," ujar Ma'ruf Amien.
Secara rinci
di mencontohkan pada 1990 dari hasil Lokakarya Ulama mengenai bunga bank
konvensional, MUI menyatakan bunga bank haram dan menjadi landasan bagi perlu
didirikannya suatu bank syariah (ketika itu Bank Muamalat kemudian berdiri).
Pada 2000,
Dewan Syariah Nasional kemudian mengeluarkan fatwa yang menegaskan soal bunga
bank. Namun hanya berbunyi: bunga bank tidak sesuai dengan Syariah. Sedangkan
Ijtma Ulama kali ini, dilatarbelakangi sudah adanya 13 bank syariah yang
sebenarnya tinggal mensinergikannya saja, serta bagaimana bermuamalah
(berhubungan) dengan bank-bank konvensional.
"Soal
itu mari menunggu Ijtma para ulama," kata Ma'ruf. Bank-bank syariah yang
ada saat ini ada tiga jenis, yakni bank syariah yang berdiri sendiri, bank
syariah yang merupakan konversi dari bank konvensional dan bank konvensional
yang membuka divisi syariah.
Namun
demikian tetap saja akan menimbulkan pro dan kontra, menyusul masih munculnya dua
pendapat antara yang menghalalkan maupun mengharamkan. Tak berlebihan untuk
mengantisipasi melebarnya pro dan kontra itu, Wapres Hamzah Haz menetralisir,
pendapat ulama bahwa bunga bank hukumnya haram tidak perlu dipersoalkan, karena
umat Islam punya beberapa altenatif dalam urusan perbankan.
"Tidak
soal itu, karena ada bank syariah," kata Wapres kepada wartawan di
kantornya, Istana Wapres, Jakarta, Selasa, mengenai rakernas MUI tahun 2003 dan
Ijtma Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia pada 14-16
Desember yang membahas masalah bunga bank.
Belum
Sependapat
Wapres
mengatakan, bagi masyarakat yang menilai bunga bank itu haram, di Indonesia
sekarang sudah banyak bank syariah di samping bank konvensional. Dengan
demikian, masyarakat tetap mempunyai pilihan untuk tetap menggunakan jasa
perbankan dengan halal.
Dia
mengatakan, soal bunga bank tersebut masih banyak perbedaan pendapat di
kalangan ulama. "Kecuali yang berlebihan, seperti rentenir," ujar
Wapres.
Wapres juga
menjelaskan, selama ini hukum perbankan di Indonesia berlaku universal, dan
peraturan-peraturannya tidak hanya lokal di Indonesia. Dalam hal soal bunga
bank konvensional, dua ormas Islam besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU), dan
Muhammadiyah menyatakan belum sependapat tentang fatwa terbuka yang
mengharamkan bunga bank konvensional.
Harus
dipikirkan masak-masak soal itu. Mengeluarkan fatwa terbuka yang mengharamkan
bunga bank konvensional, seharusnya dipikirkan terlebih dulu berbagai dampak
positif dan negatif yang bisa ditimbulkan, termasuk di antaranya kemungkinan
timbulnya rush atau penarikan dana besar-besaran dari bank
konvensional.
Selama ini,
banyak umat Islam yang menabung di perbankan konvensional yang berbasis riba.
Apalagi jangkauan perbankan syariah belum meluas, sehingga masih diperbolehkan
karena masih berpegang pada darurat. Contohnya, soal Siskohat Haji, Departemen
Agama (Depag) masih menggunakan jasa bank konvensional.
Apabila
fatwa MUI itu dikeluarkan, tidak boleh ada lagi pemakluman akibat keadaan
darurat tersebut. Karenanya benar-benar harus dikaji sampai sejauh mana
kesiapan bank syariah yang ada, terus pandangan masyartakat sendiri yang masih
beragam soal hukum bunga bank konvensional.
Berdasarkan
pertimbangan itu, sejak awal tidak semua ulama MUI setuju terhadap niat Dewan
Syariah Nasional untuk mengeluarkan fatwa terbuka tentang bunga bank dan
perbedaan pendapat yang terjadi. Fatwa itu tidak akan keluar sampai terjadi
kesepakatan dan pemahaman bulat di kalangan ulama.
Tentang
mengumumkan status bunga bank menurut syariat Islam akan menjadi dasar dan
pedoman untuk mengeluarkan fatwa terbuka tentang bunga bank.
Bagiamana
pandangan Muhammadiyah sendiri. Menurut catatan, Majelis Tarjih Muhammadiyah,
lembaga yang memutuskan hukum, dalam beberapa kali sidangnya tahun 1968, 1972,
1976 dan 1989, juga tidak berhasil menetapkan secara tegas keharaman bunga
bank.
Walaupun
menyatakan bank dengan sistem riba itu haram, tetapi majelis berpandangan bunga
yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya
yang selama ini berlaku, termasuk perkaramusytabihat (tidak tentu
halal-haramnya)
Dari
sebagian ulama NU, seperti Masdar F Masudi, juga menyatakan tidak setuju
terhadap fatwa haram bunga bank konvensional. Apalagi di kalangan ulama NU
masih menilai bunga bank tidak selalu identik dengan riba. Karenanya tidak bisa
dinyatakan secara umum bahwa bunga bank itu haram.
Bunga bank
tidak bisa disamakan dengan riba, apabila bunga tersebut merupakan bagian dari
modal. Bunga menjadi bagian dari modal, apabila jumlahnya sesuai atau untuk
mengkompensasi tingkat inflasi yang terjadi yang mengurangi nilai uang yang
ada.
Adapun bunga
dapat dikategorikan sebagai riba, menurut Masdar, apabila jumlahnya melebihi
inflasi atau penurunan nilai mata uang yang terjadi. Dalam contoh di atas, maka
bunga dikatakan riba apabila jumlahnya mencapai misalnya 15 persen atau 5
persen diatas inflasi yang 10 persen. Kelebihan 5 persen itu yang dikatagorikan
riba.
Konsep
penurunan nilai mata uang atau time value of money ini, menuruit Masdar,
sebelumnya tidak dikenal dalam Islam, karena mata uang Islam dinar menggunakan
emas yang tidak inflatoir. Tetapi karena sistem mata uang kertas yang ada
sekarang, maka inflasi bisa terjadi dan itu harus diakui dan diterima.
Karenanya,
Masdar menilai tidak bisa diberlakukan fatwa terbuka yang berlaku secara umum.
Mungkin perlu dijelaskan bagaimana sistem bunga bank konvensional di setiap
bank. Artinya tidak bisa digebyah- uyah seluruh bunga konvensional haram. Harus
dilihat kasus per kasus.
Soal fatwa terbuka
tentang bunga bank, yang harus dipertimbangkan kemungkinan adanya pandangan
yang berbeda dari para ulama NU mengenai hukum bunga bank.
Selama ini,
Lajnah Bahsul Masail, lembaga ijtihad milik NU yang memutuskan status hukum
terhadap berbagai masalah kemasyarakatan, dalam sidangnya di Bandar Lampung
tahun 1982, tidak berhasil menyepakati hukum bunga bank itu haram.
Dalam sidang
itu, terdapat tiga pandangan para ulama NU. Pertama, yang mempersamakan antara
bunga bank dan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram. Kedua, yang tidak
mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya boleh dan ketiga, yang
menyatakan hukumnya syubhat (tidak identik dengan haram).
Kedua ormas
Islam terbesar itu tidak memberi vonis dengan satu keputusan terbuka. Tidak
bisa mengambil langkah voting untuk mengambil keputusan satu kata haram atau
halal, karena harus menghormati perbedaan yang ada di internal organisasi itu
sendiri.
Tanpa pertimbangan pandangan yang
masih beda di kalangan organisasi Islam sendiri, apakah cukup efektif secara
terbuka menyatakan fatwa seperti itu dengan segala risiko yang bakal
ditimbulkan. Atau mungkin malah muncul tuduhan yang baik atas lembaga itu
ketika memberikan fatwa salah satu produk bumbu masak, atau fatwa mengharamkan
pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri, yang tak pernah
dihiraukan, dan jalan terus. (A.Adib-64).
Kartu Kredit
Syariah: Kartu Kredit Tanpa Bunga
Kegiatan
sistem pembayaran dengan alat pembayaran yang berupa kartu telah
berkembang di seluruh sektor bisnis. Kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu dalam memenuhi kegiatan ekonomi saat
ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Salah satu alat pembayaran yang
berupa kartu tersebut adalah kartu kredit.Bisnis kartu kredit ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu
yang beredar saat ini telah mencapai lebih dari 12 juta kartu kredit yang
diterbitkan oleh 21 bank dan lembaga pembiayaan. Terdapat ribuan merchant di seluruh
Indonesia yang bisa melayani transaksi kartu kredit yang didukung dengan
piranti gesek kartu atau electronic data capture (EDC).
Bahkan saat
ini jenis kartu kredit yang beredar telah ada yang menggunakan sistem syariah.
Setidaknya ada 2 (dua) bank syariah yang telah menerbitkan kartu kredit
syariah, yakni BNI Syariah dengan nama produk Hasanah Card dan Danamon Syariah
dengan nama produk Dirham.
Memang
penerbitan kartu kredit syariah ini sempat menimbulkan pro kontra di kalangan
masyarakat. Sebagian kalangan beranggapan bahwa bank syariah tidak perlu
ikut-ikutan menerbitkan produk kartu kredit, karena bisnis kartu kredit kurang
sejalan dengan prinsip syariah karena akan mendorong masyarakat untuk bersifat
konsumtif dan banyak dampak negatif yang ditimbulkannya. Terlepas dari pro
kontra yang muncul, yang jelas Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa
mengenai kartu kredit syariah.
Dasar yang
dipakai dalam penerbitan kartu kredit syariah adalah fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006 mengenai syariah card. Dalam fatwa
tersebut yang dimaksud dengan syariah card adalah kartu yang berfungsi
sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada)
antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.
Para pihak yang terlibat dalam penggunaan kartu kredit syariah tersebut adalah
sama dengan kartu kredit konvensional, yakni penerbit kartu atau
bank (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-bithaqah) atau
nasabah serta penerima kartu (merchant, tajir atau qabil
al-bithaqah).
Kartu kredit
dapat didefinisikan merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang
dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk
melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi
dahulu oleh acquirer atau penerbit. Atas transaksi tersebut maka
pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu
yang disepakati baik secara sekaligus atau secara angsuran.
Mekanisme
transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit syariah sama dengan kartu
kredit konvensional. Bahkan prasarana yang digunakan untuk menjalankan
transaksi kartu kredit syariah ini juga sama dengan kartu kredit konvensional,
misalnya mesin EDC, ATM, dsb. Yang membedakan dalam kartu kredit syariah adalah
akad atau perjanjian yang digunakan.
Tentunya
perjanjian atau akad yang mendasari penerbitan kartu kredit syariah ini berbeda
dengan kartu kredit konvensional. Kalau dalam kartu kredit konvensional nasabah
akan dikenakan bunga yang merupakan sumber utama pendapatan, maka dalam kartu
kredit syariah nasabah tidak boleh dikenakan instrumen yang berupa bunga.
Akad Kartu
Kredit Syariah
Setidaknya
terdapat 3 (tiga) jenis akad dalam kartu kredit syariah, yakni
akad kafalah, qard danijarah. Dalam akad kafalah, bank sebagai
penerbit kartu bertindak sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap
merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara
pemegang kartu dengan merchant, dan atau penarikan tunai selain bank atau ATM
bank Penerbit Kartu. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa merchant bertindak
sebagai pihak penerima jaminan dari bank berdasar prinsip kafalah. Atas
pemberian kafalah ini, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah) dari pemegang
kartu.
Kemudian
dalam akad qard bank sebagai penerbit kartu bertindak selaku pemberi pinjaman
(muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank
atau ATM bank penerbit kartu. Sedangkan akad yang lainnya adalah akad ijarah
dimana penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan
terhadap pemegang kartu. Atas akad ijarah ini, pemegang kartu dikenakan
membership fee. Semua fee yang ditetapkan pada kartu kredit syariah harus
dinyatakan jumlahnya pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan nilainya
tetap, kecuali untuk merchant fee.
Dengan
demikian pemegang kartu kredit syariah akan dikenakan annual membership
fee atau iuran tahunan atas dasar akad ijarah dan juga akan
dikenakan monthly membership fee atau iuran bulanan atas dasar akad
kafalah. Iuran bulanan ini nilainya tetap setiap bulan dan nilainya didasarkan
atas nilai plafond kartu kredit syariah nasabah yang bersangkutan. Kalau di
kartu kredit konvensional tidak ada iuran bulanan, Namun nasabah akan dikenakan
bunga atas setiap transaksi yang dilakukan.
Misalnya
nasabah yang plafondnya Rp 10 juta dalam kartu kredit syariah nasabah tersebut
akan dikenakan iuran bulanan Rp 250 ribu. Agar kartu kredit syariah ini tetap
menarik dimata pemegang kartu maka bank akan memberikan cash
rebate atau cash reward sesuai dengan pola transaksi yang
dilakukan oleh nasabah. Sehingga jika nasabah menggunakan kartu kredit syariah
untuk pembelanjaan, maka bank akan memberikan cash rebate atau cash reward atas
dasar pola pembelanjaan dan pembayarannya. Dengan demikian dalam kartu
kredit syariah ini tidak ada instrumen bunga. Kalau dalam kartu kredit
konvensional, nasabah akan langsung dikenakan bunga yang nilainya 3-4% per
bulan atas transaksi yang dilakukannya.
Dalam kartu
kredit syariah, nasabah dapat melakukan penarikan tunai melalui ATM dengan
akad qard. Karena tidak menggunakan instrument bunga, maka nasabah tidak
akan dikenakan bunga, namun dikenakan fee atas pelayanan dan penggunaan
fasilitas ATM yang besarnya fee tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
Nasabah yang menarik uang di ATM sebesar Rp 1 juta, fee yang dikenakan dapat
sama dengan yang narik Rp 500 ribu. Kalau di kartu kredit konvensional, setiap
penarikan di ATM akan dikenakan biaya administrasi dan bunga sampai dengan 4%
yang dihitung secara harian dari jumlah yang ditarik di ATM.
Perbedaan
lain dengan kartu kredit konvensional adalah perlakukan pengenaan denda bagi
nasabah yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran kartu yang jatuh tempo
dan atau pemakaian kartu yang melampaui batas limit. Jika dalam kartu kredit
konvensional denda keterlambatan dapat diakui seluruhnya sebagai sumber
pendapatan bank, bahkan merupakan sumber pendapatan yang cukup besar, maka
dalam kartu kredit syariah jika nasabah dikenakan denda, maka denda tersebut
tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank, namun harus diberlakukan sebagai
dana sosial. Bank hanya boleh mengakui biaya penagihan (ta’widh) yang nilainya
sesuai dengan kerugian riil yang terjadi akibat penagihan yang dilakukan oleh
bank. Misalnya dalam penagihan, bank menghubungi nasabah melalui telepon atau
mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini dapat dibebankan
kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus memperhatikan aspek
syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit konvensional.
Jika dalam
kartu kredit konvensional tidak ada pembatasan dalam penggunaannya asal masih
dibawah plafond limitnya, nasabah boleh sesuka hati melakukan pembelanjaan
termasuk belanja barang yang non halal, seperti minuman keras, dsb. Maka
dalam kartu kredit syariah nasabah tidak diperkenankan untuk melakukan
transaksi yang tidak sesuai syariah. Terus bagaimana bank bisa mengetahui atau
mengontrol bahwa pemegang kartu benar-benar melakukan transaksi yang tidak
bertentangan dengan syariah, mengingat mesin EDC-nya masih jadi satu dengan
kartu kredit konvensional.
Memang untuk
kartu kredit syariah idealnya kita memiliki global provider syariah serta
mempunyai mesin EDC sendiri yang ditempatkan di merchant-merchant, sehingga
penggunaan kartu kredit syariah akan benar-benar syariah. Namun mengingat
investasi yang sangat tinggi maka untuk saat ini aturan ini akan dituangkan
pada saat nasabah mengisi aplikasi kartu kredit syariah, dimana nasabah membuat
pernyataan untuk menggunakan kartu kredit untuk transaksi yang diperbolehkan
secara syariah. Jika nasabah belanja barang yang non halal menggunakan kartu
kredit, maka menjadi tanggungan pihak nasabah.
http://blkb04.blogspot.com/2012/10/pro-kontra-tentang-keharaman-bunga-bank.htmlFATWA NAHDATUL ULAMA (NU)
1. Bunga Bank Konversional Menurut Hokum Islam
Keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS) alim nahdatul ulama dilampung 1992
Para musyawarah masih berbeda pendapatnya tentang hokum bunga bank komvensional sebagai akibat ;
a.ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak sehingga hukumnya haram.
b.ada pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (tidak identik dengan haram)
c.ada pendapat yang mengatakan tidak mempersamakan antara bunga bank dengan riba,sehingga hukumny boleh.
Pendapat dengan beberapa pariasi antara lain;
a. bunga dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya haram
b. bunga diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba hukumnya halal
c. bunga konsumtif sama dengan riba hukumnya haram dan bunga produktif sama dengan riba hukumnya halal
d. bunga bank tidak haram,kalau bank itu menetapkan tariff bunganya terlebih dahulu secara umum
e. bunga yang di terima dari deposito yang diladipertaruhkan ke Bank hukumnya boleh.
2. Sudah jelas bahwa etika itu sangat berhubungan dengan Bank karena itu kita ketahui sendiri bahwa Bank adalah suatu lembaga yang mengatur penyediaan dan peredaran uang dan dalam kehidupan moderen ini dibutuhkan dalam menunjaqng perdagangan perekonomian dalam kehidupan social bermasyarakat.
Sedangakan etika adalah ;
Merupakan aturan , jadi Bank tidak bias lepas tanpa diberengi dengan etika dengan kata lain Bank tidak bias berdiri sendiri tanpa adanya atiran yang menunjang dalam hal ini adalah etika.
Langganan:
Postingan (Atom)